Jumat, 16 Desember 2011

Pemberian vitamin A pada ibu nifas

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi
manusia, karena zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus di
penuhi dari luar. Tubuh dapat memperoleh vitamin A melalui bahan makanan
seperti bayam, daun singkong, pepaya matang, hati, kuning telur dan juga
ASI.( DEPKES, 1995, p. 1 )
Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka kematian dan
angka kesakitan, karena vitamin A dapat meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit infeksi seperti campak, diare, dan ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut). Vitamin A juga bermanfaat untuk kesehatan mata dan
membantu proses pertumbuhan. Oleh karena itu vitamin A sangat penting
untuk kesehatan dan kelangsungan hidup. (Depkes RI, UNICEF, HKI, 2005,
p. 8).
Pada saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat
tinggi di kawasan ASEAN walaupun sudah terjadi penurunan dari
307/100.000 kelahiran hidup (SKDI 2002/2003). Bila dibandingkan dengan
AKI tahun 2004 sebesar 155,22 per 100.00 kelahiran hidup, dan terjadi
kenaikan AKI pada tahun 2005 sebesar 252 per 1000 kelahiran hidup.
Menjadi 248/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (Depkes RI, 2007).
2
Angka Kematian Ibu provinsi Jawa Tengah tahun 2008 berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Daerah (SKD) sebesar 114,42 per 100.000 kelahiran hidup.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 diperoleh estimasi AKB di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran
hidup. Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas
sebesar 45,16%, infeksi sebesar 5,2%. AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun
2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan
Daerah (SURKESDA) jumlah kematian bayi di Kota Semarang sebanyak 204
dari 25.160 kelahiran hidup (laporan Puskesmas), sehingga didapatkan Angka
Kematian Bayi (AKB) sebesar 8,1 per 1.000 Kelahiran Hidup. Bila ditinjau
dari aspek kualitas, masih ditemukan banyak masalah, antara lain dalam
kurangnya pemberian vitamin A bagi ibu nifas. (Profil Jawa Tengah, 2008).
Masa nifas adalah (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai sampi alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.
Lama nifas ini yaitu 6-8 minggu.( Mochtar, 1998, p. 115 ).Ibu nifas yang
cukup mendapatkan vitamin A akan meningkatkan kandungan vitamin A
dalam Air Susu Ibu (ASI), sehingga bayi yang disusui lebih kebal terhadap
penyakit disamping itu kesehatan ibu lebih cepat pulih. Kekurangan vitamin
A dengan demikian dapat disimpulkan sebagai penyakit sistemik yang
mengganggu sel dan jaringan seluruh tubuh. Pengaruh terbesar dan paling
khas terjadi pada mata. (Arisman, 2004, p. 121)
Hasil pertemuan Internasional Vitamin A Consultative Groups
(IVACG) pada bulan februari 2003 di Maroko, merekomendasikan pemberian
3
2 kapsul vitamin A 2 kali @ 200.000 SI untuk ibu nifas perlu di terapkan
dalam program. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan panduan yang berisi
informasi yang berkaitan dengan vitamin A untuk praktisi kesehatan di
lapangan. ( Depkes RI, UNICEF, HKI, 2005, p. 9 ).
Perilaku tenaga kesehatan dalam pemberian vitamin A bagi ibu
nifas yaitu pada ibu nifas di berikan vitamin A sebanyak 2 x 200.000 SI
dalam kurun waktu 2 (dua) hari berturut-turut pada masa nifas (0-42 hari)
yang diberikan 1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah pertama di
minum segara setelah melahirkan dan 1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI
warna merah kedua di minum pada hari berikutnya minimal 24 jam sesudah
kapsul pertama. (Depkes RI,UNICEF, HKI, 2005, p. 9)
Target pemerintah pemberian vitamin A pada ibu nifas 100%. Dari
data yang di dapatkan di jawa tengah cakupan pemberian vitamin A bagi ibu
nifas tahun 2008 yaitu 92,94%, dan sudah melebehi terget pencapaian tahun
2009 yaitu 90%. (Dinkes, 2008).
Target pemberian vitamin A bagi ibu nifas di Kabupaten Grobogan
menurut PWS GIZI tahun 2007 adalah 95,76%, tahun 2008 adalah 95,20%,
dan meningkat pada tahun 2009 adalah 96,64%. Data yang di dapatkan dari
Puskesmas Pulokulon 967 jumlah ibu nifas, 873 (90,3%) jumlah ibu nifas
yang dapat vitamin A dan 94 (9,7%) ibu nifas yang tidak dapat vitamin A,
dan data yang didapatkan dari Puskesmas Wirosari 786 jumlah ibu nifas, 715
(91%) jumlah ibu nifas yang dapat vitamin A dan 71 (9%) jumlah ibu nifas
yang tidak dapat vitamin A. Dengan jumlah bidan di Kecamatan Pulokulon
4
16, Kecamatan Wirosari 16. Dapat disimpulkan cakupan vitamin A untuk ibu
nifas tersebut belum mencapai 100% yang disebabkan berbagai hal yaitu
dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, sarana dan
prasarana yang belum memadai. (Dinkes, 2009).
Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti akan melakukan
penelitian tentang ”Studi Deskriptif Pengetahuan Bidan Tentang Pemberian
Vitamin A Pada Ibu Nifas Berdasarkan Tingkat pendidikan”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dirumuskan Studi Deskriptif
Pengetahuan Bidan Tentang Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas
Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Pulokulon dan Kecamatan
Wirosari Kabupaten Grobogan.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Penulis dapat mendeskripsikan pengetahuan bidan tentang pemberian
vitamin A pada ibu nifas dan tingkat pendidikan
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan pendidikan Bidan
b. Mendeskripsikan pengetahuan Bidan tentang pemberian vitamin A
5
D. MANFAAT PENELITIAN
Peneliti ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1) Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk tenaga kesehatan sebagai masukan perencanaan program
pengetahuan bidan khususnya pada materi yang dibahas yaitu bidan
diharapkan lebih berperan dalam mensosialisasikan vitamin A untuk ibu
nifas baik dalam pemberian cara mendapatkan dan manfaatnya untuk ibu
nifas.
2) Bagi Institusi Pendidik
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana ilmu pengetahuan dan
wawasan pembaca khususnya mahasiswa mengenai pemberian vitamin A
oleh bidan untuk ibu nifas, dan sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih
lanjut.
3) Bagi Masyarakat (ibu nifas)
Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat, khususnya ibu nifas
masyarakat mendapatkan pengetahuan, serta meningkatkan keinginan
untuk memperoleh vitamin A.

Senin, 28 November 2011

Kehamilan : Mola Hidatidosa

MOLA HIDATIDOSA
1.1 Definisi
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan edematous. (Sarwono, 2007). Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000 dan Unpad, Obstetri Patologi, 1984).
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104). Biasanya kehamilan mola terjadi di dalam uterus, tetapi kadang-kadang terdapat juga di saluran telur ataupun ovarium. Secara umum mola hidatidosa adalah:
·        Kehamilan yang berkembang tidak wajar
·        Tidak ditemukan janin
·        Hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik
·        Bila disertai janin atau bagian janin disebut Mola parsial
·        Pembuahan sel telur yang kehilangan intinya atau inti tidak aktif lagi

E:\mely's folder\molahidatidosa\mola 1.jpg
Gambar 2.1 Mola Hidatidosa (hamil anggur)
1.2 Mortalitas dan Morbiditas  (Angka kematian dan kesakitan)
Pada Mola 20% berkembang menjadi keganasan trofoblastik. Setelah terbentuk mola komplit, invasi ke uterus terjadi pada 15% pasien & metastasis terjadi pada 4% pasien. Kasus koriokarsinoma yang berkembang dari mola partial belum pernah dilaporkan, walaupun 4% pasien dengan mola parsial akan berkembang menjadi penyakit trofoblastik non metastasis persisten yang membutuhkan kemoterapi.
1.3 Etiologi
Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola.
Menurut Rustam mochtar, penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah:
1.      Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2.      Imunoselektif dari tropoblast
3.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4.      Paritas tinggi
5.      Kekurangan protein
6.      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

1.4  Patofisiologi
Karakteristik mola adalah adanya konseptus jaringan trofoblastik hiperplastik yang tertanam pada plasenta. Hasil konsepsi ini tidak memiliki inner cell mass. Jika terjadi gangguan pada saat embryonic inner cell mass yang seharusnya berpotensi untuk berdiferensiasi menjadi lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm, maka perubahan tersebut gagal dan terjadilah pembentukan trofoblas yang akan berkembang menjadi sitotorofoblas dan sisitiotrofoblas, dan masih mampu untuk membentuk ekstraembrionik mesoderm yang akhirnya akan membentuk vesikel dari mola dengan mesoderm yang longgar pada inti villinya.
Ada beberapa teori yang diajukan oleh Wilson Silvia untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast:
1.      Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
2.      Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
3.      Studi dari Hertig
Lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
1. 5 Tanda dan gejala
1.      Amenore dan tanda – tanda kehamilan
2.      Perdarahan pervaginam berulang.
Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, karena perdarahan ini pasien biasanya anemis. Biasanya perdarahan mulai terjadi pada akhir trisemester pertama atau awal trisemester kedua. Perdarahan tersebut terjadi akibat terlepasnya gelembung mola dari dinding uterus
3.      Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
4.      Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto.Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di ketemukan janin
5.      Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama
6.      Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu(trimester I atau awal trimester II).  Gejala -gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
7.      Gejala – gejala hipertitoidisme ditemukan pada 10% kasus, seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
8.      Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi gejala mual dan muntah berat

1. 6 Klasifikasi
Pembagian mola berdasarkan dengan adanya janin atau tidak:
1.   Mola hidatidosa komplit
Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki karekteristik, yaitu :
·         Terdapat degenerasi hidrofik & pembengkakan stroma villi
·         Tidak ada pembuluh pada villi yang membengkak
·         Proliferasi dari epitel trofoblas dengan bermacam2 ukuran
·         Tidak adanya janin atau amnion
2.      Mola Hidatidosa parsial
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas. Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama
1.7 Komplikasi
Bisa disertai preeklampsia pada usia kehamilan yang lebih muda
Tirotoksikosis, prognosis lebih buruk, biasanya meninggal akibat krisis tiroid
Emboli sel trofoblas ke paru, sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, kista menghilang jika mola sudah dievakuasi. Mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4x lebih besar berdegenerasi.
Kriteria mola hidatidosa resiko tinggi: 
1.      Ukuran uterus lebih > 20 minggu.
2.      Umur penderita > 35 Tahun
3.      Hasil PA (kuretase) menunjukan gambaran proliferasi trofoblast berlebihan
4.      β HCG praevakuasi > 100.000 mIU/ ml (RIA/IRMA)

1.8 Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan sonde uterus. Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
2.      Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan
3.      Pemeriksaan kadar beta hCG. Pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
4.      Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin
5.      Foto torake ada gembaran emboli udara
6.      Pemeriksana T3 dan T4 bila ada gejala hiotoksikosis

1.9 Diagnosis
  1. Anamnesis
Amenore/tidak haid, perdarahan pervaginam, gejala toksemia pada trimester I dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan gejala emboli paru
2.      Pemeriksaan fisik
Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen negatif denyut jantung janin negative
3.      Pemeriksaan penunjang 
1.10 Penatalaksanaan
Mola harus dikeluarkan seluruhnya dari dalam rahim yang biasanya dilakukan melalui tindakan dilatasi dan kuretase atau lebih dikenal sebagai kuret. Sebagai alternatif dapat digunakan obat oksitosin atau prostaglandin untuk membuat rahim berkontraksi dan mengeluarkan isinya. Setelah itu tindakan kuretase tetap harus dilakukan untuk memastikan rahim sudah bersih.
Ibu harus memeriksakan darah dan air seninya secara teratur selama 1 tahun setelah dilakukannya tindakan untuk memastikan hormon hCG kembali normal dan tidak ada pertumbuhan jaringan plasenta lagi. Apabila terapi berhasil dengan baik maka wanita pada umumnya dapat kembali hamil lagi jika mereka menginginkannya. Namun penting untuk diingatkan bahwa sebaiknya wanita dengan mola tidak hamil terlebih dahulu selama 12 bulan pertama.
1.11 Terapi
1.      Perbaiki keadaan umum
Transfusi darah jika anemia atau syok. Menghilangkan penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosa. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa, tirotoksikosa diobati sesuai dengan protocol bagian penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2.      Pengeluaran jaringan mola (Evakuasi)
Ada dua cara, yaitu:
a.       Vacum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki, dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh. Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik (20-40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histeroktomi.
b.      Histeroktomi
Perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak. Alas an dilakukan histerektomi adalah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan factor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga
3.      Profilaksis dengan sitostatika
Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi yang menolak dilakukan histerektomi.
4.      Pemeriksaan tindak lanjut (Follow up)
Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negative.